Friday, 4 December 2015

[Review] Badoet (2015)

WARNING! Jangan menonton film ini jika anda seorang coulrophobia alias fobia badut!

"Datang membawa tawa, pulang membawa nyawa"

Setelah menonton Nay dan makan siang, saya lanjut lagi menonton "Badoet". Saya tertarik untuk menonton film ini sejak tak sengaja melihat trailernya beredar pada Oktober lalu. Film ini terlihat menjanjikan setelah saya lelah dengan film horror Indonesia yang sebagian besar hanya mengumbar baju minim artisnya saja. Dan perjuangan saya jauh-jauh ke Blok M Square rupanya tidak sia-sia, saya suka sekali dengan film ini! :D

Film ini bersetting di sebuah rumah susun di mana Donald (Daniel Topan) tinggal bersama sepupunya Farel (Christoffer Nelwan) dan sering kedatangan teman kuliahnya, Kayla (Aurelie Moeremans). Donald cs dekat dengan Vino, anak Raisa (Ratu Felisha), single parent sesama penghuni rusun juga. Suatu hari, ketenangan rumah susun terusik dengan tiga anak kecil yang mati bunuh diri setelah pergi ke pasar malam sebelumnya. Tiga anak kecil tersebut sempat menggambar badut di mana mana sebelum meninggal. Dan ternyata sumber masalah ada pada kotak musik yang ditemukan Vino, di mana roh Kapten Cilukba, si badut pembunuh terbangun dan mempengaruhi anak-anak untuk bunuh diri.

Setelah kematian tiga temannya, Vino mulai diincar dan Donald cs berusaha menyelamatkan Vino. Seperti film horror ala Indonesia lainnya, dimunculkan sosok yang nantinya akan menyelamatkan Donald cs dari Kapten Cilukba. Nikki Wijaya yang diperankan Tiara Westlake merupakan seorang indigo yang awalnya datang melabrak Donald karena masalah twitwar, beralih membantu mereka melawan Kapten Cilukba.

Saya sudah lama malas sekali menonton film horror yang hantunya sering muncul mengagetkan penonton sehingga akhirnya malah bikin bosan. Untunglah Badoet tidak melakukan kesalahan seperti itu. Kapten Cilukba jarang muncul, namun kemunculannya selalu ditandai dengan suasana dan musik yang membuat suasana tidak nyaman dahulu, sehingga kemunculannya benar-benar membuat saya shock. Justru horror seperti ini yang saya inginkan, di mana ketegangan dibangun dari suasana, bukan dari mengagetkan penonton.

Karakter Nikki Wijaya mencuri perhatian saya dalam film ini. Sosoknya sebagai cewek indigo dengan dandanan metal membuat ia terlihat unik. Dia mengingatkan saya pada nenek Alice di Insidious dan suami istri Warren di The Conjuring, di mana mereka semua sama-sama menjadi karakter yang memiliki kekuatan supranatural namun juga punya sisi unik dan gelapnya yang membuat penonton menyukai mereka. Dan lagi saya penasaran dengan penyebab meninggalnya ibu Nikki yang sempat diceritakan sekilas. Mungkin Nikki Wijaya bisa dibuatkan film sendiri mengenai apa yang terjadi pada ibunya dulu? :p

Mengenai tokoh lainnya, saya merasakan kurang chemistry antara Vino dan Raisa. Daripada ibu dan anak, saya merasa mereka lebih cocok menjadi kakak adik saja. Untuk karakter lain pun terasa agak kurang kuat penokohannya sehingga kurang berbekas bagi penonton. Sementara pemeran Vino (Fernandito Raditya), sukses memasang muka datar selama berada dalam pengaruh Kapten Cilukba yang membuat saya seram memandangnya membayangkan ia bisa mengamuk kapan saja. Dan Ronny P. Tjandra juga memerankan Kapten Cilukba dengan baik, benar-benar seperti sosok badut psycho.



Setting di rumah susun dengan keseharian penghuni terasa sangat membumi. Sedikit kusam dan agak kotor tapi banyak anak-anak bermain, juga tempat jemuran yang ada di atap. Kira-kira seperti itu memang rumah susun dalam kehidupan nyata. Juga suasana pasar malam yang ditampilkan berwarna-warni cantik. Saya pernah beberapa kali ke pasar malam, namun pasar malam di daerah asal saya yang hanya ada lapak jualan tanpa wahana permainan membuat saya sedikit iri dengan pasar malam dalam film ini.

Meskipun begitu, sebenarnya ada sedikit ganjalan juga. Kenapa mayat badut yang mati tahun 1997 masih utuh saja pada tahun 2015? Tapi kelihatannya itu bukan menjadi masalah besar karena saya datang untuk menonton film horror, bukan untuk menonton film detektif :p

Film Badoet diakhiri dengan ending yang menggantung, mengingatkan saya pada ending Insidious 1 dan membuat saya berharap semoga ada sekuel lanjutannya karena saya pasti akan menontonnya! :)

Awi Suryadi menyutradarai Badoet dengan apik. Nama Awi Suryadi memang baru kali ini saya dengar, namun saya menemukan di Google bahwa ia adalah sutradara film Claudia/Jasmine yang ending twistnya sangat saya sukai. Mulai sekarang, kelihatannya nama Awi Suryadi sebagai sutradara cukup menjadi jaminan bagi saya untuk percaya pada mutu filmnya.

Badoet adalah film ketiga yang sukses membuat saya tidur dengan lampu menyala semalaman setelah Coming Soon dan The Conjuring. Seperti yang saya tulis di atas, jangan menonton film ini jika anda fobia badut. Jangankan menonton, melihat poster filmnya sudah cukup menakutkan bagi yang fobia badut. Saya tidak takut dengan badut, hanya agak risih dengan riasannya yang kelewat menor. Sementara itu, mantan saya fobia badut sampai pernah menangis kejer saat didekati badut. Setelah menonton film ini, nampaknya saya tidak bisa lagi memandang badut dengan cara yang sama dengan sebelumnya :|

RATE:
8/10

No comments :

Post a Comment