Wednesday, 2 December 2015

[Review] Nay (2015)

Sabtu lalu, saya maraton nonton di Blok M Square. Hehehe, jauh banget ya dari Binus jauh-jauh ke Blok M hanya untuk nonton? Apa boleh buat, kedua film yang sangat ingin saya tonton sudah mulai turun tayang tergeser Mockingjay Part 2. Dan satu-satunya tempat yang memutar sekaligus dua film yang saya kejar ini hanya Blok M Square.

Saya nonton Nay di jam 13.15 dan Badoet di jam 17.15. Luar biasa kan? Diawali dengan drama, diakhiri dengan horror :p



Saya datang di jam 12 siang langsung membeli tiket untuk Nay dan Badoet. Dan ternyata teater 6 yang memutar kedua film tersebut masih kosong. Iya, saya pembeli pertama untuk kdua film tersebut. Dalam hati seram juga sih membayangkan apa jangan-jangan saya bakal duduk nonton sendirian saja di dalam teater 6 sana setelah pengalaman nonton The Killers hanya ada dua orang dalam satu teater, yaitu saya dan satu orang lain yang duduk di baris atas saya.

Saat saya duduk menunggu pintu teater dibuka, seorang ibu yang duduk di sebelah saya sedang teleponan dengan temannya membicarakan jam tayang Nay. Akhirnya saya iseng bertanya kepada ibu itu apakah nonton Nay juga, dan ternyata iya. Syukurlah saya gak jadi duduk nonton sendirian di dalam. Hehehe...

Ibu itu bahkan sempat mengira saya anak film karena menurutnya jarang orang mau menonton film begini. Wah, kalau saya mah tergantung ini filmnya siapa. Karena film ini diangkat dari bukunya Djenar Maesa Ayu, maka saya tertarik nonton meskipun belum pernah baca bukunya (dan belakangan saya baru tahu bahwa film ini bukan dari buku Nayla yang ditulis Djenar juga, hanya nama tokohnya saja yang sama sehingga banyak yang salah sangak). Saya baru mau menceritakan pengalaman saya nonton hanya dua orang dalam satu teater kepada Ibu itu saat temannya datang. Dari obrolan mereka berdua, saya sempat menangkap sekilas bahwa si Ibu gak datang ke premiere Nay karena sibuk ngurusin filmnya Joko (Anwar?) dan akhirnya bilang ke Djenar bahwa gimana caranya nanti ia bakalan pergi nonton Nay sendiri. Wah, kelihatannya saya malah gak sengaja bertemu orang perfilman :p


Nay dibuka dengan adegan Nay (Sha Ine Febriyanti) yang sedang menyetir mobil lalu mobilnya selip saat menghindari pengendara motor yang muncul tiba-tiba. Kemudian layar gelap menampilkan judul "NAY" dan adegan beralih ke rumah sakit di mana Nay berjalan ke parkiran, masuk mobil, dan melihat hasil USG.

Kemudian mobil berjalan menyusuri jalanan Jakarta yang gemerlap di malam hari. Film Nay 95% hanya bersetting dalam mobil saja. Penonton diajak mengikuti apa yang terjadi pada Nay lewat percakapan via telepon Nay dengan para tokoh lain yang hanya ada suaranya saja.

Nay hamil sementara pacarnya, Ben yang sangat tergantung pada maminya kelihatannya tidak tahu apa yang mau dilakukan. Dalam perjalanan ke rumah Ben, Nay mendapat telepon bahwa ia mendapat kesempatan bermain dalam film layar lebar yang membuatnya bimbang apakah mempertahankan janinnya atau menggugurkannya dan mengambil ksempatan baru.

Cerita terus mengalir lewat percakapan via telepon antara Nay dengan Ben, Adjeng (sahabat Nay), Pram (lelaki lain yang menyukai Nay), dan ibu Nay yang ada dalam kepalanya. Dari niat awal ke rumah Ben, tujuan pun berubah ke dokter kandungan untuk aborsi. Sambil berdialog via telepon degan tokoh lain, Nay juga melakukan monolog dengan ibu yang ada dalam kepalanya. Dari dialog-dialog tersebut akan terungkap masa lalu Nay yang kelam.

Sha Ine Febriyanti terlihat sangat "Nay" di sini. Benar-benar pas memerankan Nay yang sedang frustasi harus memilih membuang anaknya demi kesempatan baru atau mempertahankan dengan ketakutan mengulangi masa lalu yang pernah terjadi padanya. Mendengar dialog dan monolog Nay membuat saya ikut merasa kesal, bingung, dan emosi lainnya. Dan film ini juga membuat saya jadi merenung. Merenung panjang...

Nay diakhiri dengan ending yang menggantung. Saya melihat di twitter, ada beberapa yang mempertanyakan bagaimana ending filmnya, apakah Nay jadi atau tidak menggugurkan janinnya. Menurut saya, Djenar sengaja untuk membuat ending yang menggantung agar penonton mengartikan sendiri ending nya. Bagi saya, ending cerita ini adalah Nay memutuskan untuk mempertahankan anaknya. Bagi yang berpendapat lain, maka silahkan saja karena ini pendapat subyektif :p

Kelihatannya, saya akan pergi mencari buku Nayla karena saya penasaran dengan buku yang disalahpahami diangkat menjadi film ini.

Setelah ini, saya akan review film Badoet.

RATE:
7.5/10

1 comment :

  1. Nice review, padat dan langsung to the point :) trims sudah share

    ReplyDelete