Opening Ceremony, March 16th, 2016.
Sedari bulan lalu, saya sudah berencana akan pergi maraton nonton ke XXI Short Film Festival. Tapi untuk Opening Ceremony dan Closing Ceremony, saya tahu itu hanya untuk undangan saja jadi saya gak berharap apa-apa sih. Buat saya, yang penting nonton film pendeknya.
Suddenly, I got the invitation for XXI Short Film Festival 2016! I'm the lucky star, I know that :D
Undangannya berlaku untuk dua orang, namun berhubung gak ada yang tertarik ikutan maka baiklah saya sendirian aja. Sumpah, rame banget di sono isinya kebanyakan awak media yang menenteng-nenteng kamera dengan ukuran dumbbell 1 kg. Saya jarang foto, tapi baiklah saya akan norak-norak dikit untuk keberuntungan saya mendapakan undangan ini :p
Dan rupanya di Opening Ceremony ini isinya kata sambutan dari Festival Director, perwakilan juri, dan entahlah saya gak ingat lagi. Kemudian diputarkan tiga film pendek pemenang Pitching Forum 2015. Setidaknya saya tidak usah pergi nonton Pitching Forum lagi waktu jadwal pemutarannya nanti karena udah nonton duluan.
Ada tiga film yang diputar di sesi Pitching Forum, yang pertama "Humus" tentang sekelompok anak yang akan mementaskan drama di malam Natal. Pemeran Yusuf terus-menerus gagal menghafalkan dialog sehingga perannya diganti menjadi domba. Berikutnya, "On Friday Noon" dimulai dengan adegan bencong yang diciduk satpol PP kabur untuk pergi menunaikan sholat Jumat. Dalam perjalanannya menuju mesjid, ada saja halangan dan cibiran dari orang-orang yang ditemuinya. Menariknya film ini adalah mengisahkan tentang dualisme. Menjadi bencong saja sudah dualisme di antara dua jenis kelamin. Ditutup dengan "Cinta Itu Kecoa" mengisahkan seorang bapak yang takut kecoa ditinggal mati oleh istrinya sehingga tidak ada lagi yang akan membantu mengusirkan kecoa. Favorti saya? "On Friday Noon" yang memancing tawa penonton di beberapa bagian (ironis sih sebenarnya adegan yang ditertawakan) dan mengingatkan saya pada Lovely Man dari Teddy Soeriaatmadja.
Day 1, March 17th, 2016.
Berhubung tiap kategori akan ditayangkan dua kali dalam jadwal yang berbeda selama masa festival ini, maka saya mencorat-coret booklet jadwal yang dibagikan agar saya bisa menyusun jadwal nonton yang efisien.
Susunan jadwal saya untuk hari pertama:
15.30 Short Documentary Competition - Program A
17.05 Short Fiction Drama/Comedy Competition - Program B
Untuk Short Documentary Competition - Program A, entah kebetulan atau bagaimana semua tokoh utamanya adalah orang tua. Kesukaan saya adalah "Nostalgia Senja" yang disutradarai Fazhila Anindya. Mengisahkan tentang seniman alat musih tehyan yang berjuang melestarikan alat musik tersebut di masa tuanya, Saya selalu menyukai alat musik gesek, mungkin itu sebabnya saya sangat suka film ini.
Kedua film lainnya, "Pak Tjipto Sang Desainer Tipografi Vernakuler" dan "Wasis" yang disutradarai juga menarik dan masih mengambil tokoh utama orang tua. "Pak Tjipto Sang Desainer Tipografi Vernakuler" arahan Andi Haryanto bercerita tentang Pak Tjipto memiliki usaha membuat papan iklan manual dan lukisan penghias becak di tengah gempuran desain menggunakan alat digital saat ini. "Wasis" yang memiliki arti "pandai" adalah nama dari tokoh utama, Pak Wasis, pencetus yang berniat menghidupkan kembali JBM (Jam Belajar Masyarakat) di era Reformasi ini setelah sempat dicanangkan di era Orde Baru dan mati suri sejenak di awal era Reformasi. Fakta menariknya adalah ternyata Pak Wasis adalah sepupu dari kakek Ima Puspita Sari yang menyutradarai film dokumenter ini.
Lanjut ke Short Fiction Drama/Comedy Competition - Program B, lucunya di sini semua tokoh utamanya adalah anak kecil, kebalikan dengan sesi sebelumnya yang orang tua semua. Entah kebetulan atau keisengan panitia yang menyusun jadwal? :P
Film pertama, "Nilep (Mengutil)" arahan Wahyu Agung Parasetyo mengisahkan tentang sekelompok anak yang sedang bermain di pos ronda lalu jadi saling menyalahkan ketika salah satu dari mereka mencuri dari pedagang mainan yang lewat. Dilanjutkan dengan "Maya" yang disutradarai Jennifer Aryawinata berkisah tentang seorang anak bernama Maya yang baru pindah ker rumah susun dan tidak bisa tidur akibat suara dengkuran ayahnya.
Yang terakhir adalah kesukaan saya, "The Flower And The Bee" bercerita tentang kebingungan seorang anak SD bernama Callie yang mendengar guyonan anak SMP. Film karya Monica Vanesa Tedja ini sukses memancing tawa heboh penonton saat Callie kecil ngotot menanyakan arti gesture tangan tidak sopan yang dilihatnya kepada orang dewasa.
(Bersambung...)
NB:
Saya sebenarnya rada kaget karena tiketnya disobek sedikit di ujung oleh penjaganya saat masuk teater. Rupanya potongan tiket yang lebih kecil akan digunakan untuk voting film favorit penonton dengan cara memasukkan potongan tiket yang lebih kecil ke kotak yang diberi judul film setelah selesai diputar. Yah agak sayang sih jadi jelek begini padahal pengen saya simpan. Saran saya, untuk tahun depan bikin dua batas sobekan saja untuk tanda masuk dan tanda voting jadi tidak sampai merusak sobekan tiket bagi yang ingin menyimpannya seperit saya.
Film pertama, "Nilep (Mengutil)" arahan Wahyu Agung Parasetyo mengisahkan tentang sekelompok anak yang sedang bermain di pos ronda lalu jadi saling menyalahkan ketika salah satu dari mereka mencuri dari pedagang mainan yang lewat. Dilanjutkan dengan "Maya" yang disutradarai Jennifer Aryawinata berkisah tentang seorang anak bernama Maya yang baru pindah ker rumah susun dan tidak bisa tidur akibat suara dengkuran ayahnya.
Yang terakhir adalah kesukaan saya, "The Flower And The Bee" bercerita tentang kebingungan seorang anak SD bernama Callie yang mendengar guyonan anak SMP. Film karya Monica Vanesa Tedja ini sukses memancing tawa heboh penonton saat Callie kecil ngotot menanyakan arti gesture tangan tidak sopan yang dilihatnya kepada orang dewasa.
(Bersambung...)
NB:
Saya sebenarnya rada kaget karena tiketnya disobek sedikit di ujung oleh penjaganya saat masuk teater. Rupanya potongan tiket yang lebih kecil akan digunakan untuk voting film favorit penonton dengan cara memasukkan potongan tiket yang lebih kecil ke kotak yang diberi judul film setelah selesai diputar. Yah agak sayang sih jadi jelek begini padahal pengen saya simpan. Saran saya, untuk tahun depan bikin dua batas sobekan saja untuk tanda masuk dan tanda voting jadi tidak sampai merusak sobekan tiket bagi yang ingin menyimpannya seperit saya.
No comments :
Post a Comment