Sunday, 18 December 2016

[Review] Headshot (2016)


Khas orang Indonesia adalah baru mau nonton film Indonesia kalau film tersebut sudah dipuji-puji dulu di luar negeri. Begitu juga yang terjadi pada Headshot. Film garapan The Mo Brothers ini ditayangkan dulu di Toronto International Film Festival 2016 dan mendapat pujian sebelum tayang di Indonesia.

Alasan saya menunggunya? The Mo Brothers, Iko Uwais, Julie Estelle, dan Chelsea Islan. The Mo Brothers memang sudah menarik perhatian saya sejak Rumah Dara meskipun saya kurang puas dengan Killers. Btw, kapan nih Rumah Dara 2? Iko Uwais tentu saja sudah identik dengan film aksi sejak The Raid, Julie Estelle dengan perannya sebagai Hammer Girl yang membekas di The Raid 2, dan Chelsea Islan yang... Ehem, cakep :p

Film dimulai dengan Ailin (Chelsea Islan), seorang dokter muda di sebuah pulau kecil yang merawat seorang lelaki muda amnesia yang diberi nama Ishmael (Iko Uwais). Sementara itu, di belahan pulau yang lain terdapat Lee (Sunny Pang), seorang gembong narkoba bersama anak-anak angkat yang loyal sampai mati padanya.
Seperti The Raid yang penuh darah, Headshot juga banjir darah dengan perkelahian di sana sini dan letusan senjata api. Meskipun adegan aksinya memanjakan mata penonton dan menimbulkan pekikan ngeri di sana  sini, namun Headshot mengalami kelemahan dalam cerita dan penokohan. Penonton gampang sekali untuk menebak siapa sebenarnya Ishmael dan apa yang akan terjadi selanjutnya. Biarpun saya suka dengan konsep "Father From Hell" yang sayang sekali kurang digali.

Ngomong-ngomong, romansa Ishmael dan Ailin juga kurang menarik bagi penonton, gak ada chemistrynya -_-"

Dari segi penokohan, juga tidak ada tokoh yang membekas dan iconic bagi penonton. Jika The Raid punya Mad Dog dan The Raid 2 punya Hammer Girl, kalian gak bakal ingat siapapun setelah pulang dari menonton Headshot. Untuk sinematografi sendiri, Iko Uwais memang memiliki dasar bela diri sehingga tentu saja aksi yang ditampilkan cukup memanjakan mata penonton. Biarpun saya sebel setengah mati dengan kamera yang bergerak dan zoom sana sini. Bagi saya, kamera dalam film aksi Thailand adalah yang terbaik karena minim gerakan dan zoom.

Menonton film ini semakin mengukuhkan pendapat saya kalau Julie Estelle memang lebih cocok bermain dalam film action saja daripada drama. Wajah datar dan dinginnya lebih cocok melakukan berbagai gerakan bela diri. Meskipun tidak sememorable Hammer Girl, namun perannya sebagai Rika cukup menarik.

Tidak perlu memikirkan jalan ceritanya saat kalian menonton film ini, cukup nikmati saja baku hantam dan darah yang tercecer. Kayaknya mending saya nungguin Rumah Dara 2 deh karena The Mo Brothers kelihatannya memang lebih baik dalam meramu film thriller berdarah daripada film action.

RATE:
7.8/10

No comments :

Post a Comment