Saturday, 5 August 2017

[Review] Banda : The Dark Forgotten Trail (2017)

thejakartapost.com
Begitu kata film dokumenter disebut, biasanya orang membayangkan National Geographic atau Animal Planet dan langsung merasa gak bakal ada seru-serunya menonton Banda : The Dark Forgotten Trail ini. Jika kalian pecinta film action, tentu saja film ini tidak cocok untuk kalian. Namun, jika kalian penyuka dokumenter, suka sejarah, atau lansekap, maka tontonan ini cocok untuk kalian nikmati.

Daerah Indonesia timur sedari dulu terkenal sebagai penghasil rempah. Kepulauan Banda adalah salah satu penghasil rempah yang diperebutkan oleh bangsa Eropa ratusan tahun yang lalu. Maluku sudah sering disebut dalam buku IPS semasa sekolah, namun bagaimana dengan Banda? Kelihatannya hal tersebut adalah alasa Jay Subiyakto memilih Kepulauan Banda sebagai tema film ini.

Dengan tuntunan narasi Reza Rahardian dan Ario Bayu untuk teks dalam bahasa Inggris, penonton diajak melihat sejarah Banda sejak era kolonial hingga menjadi pulau pembuangan bagi beberapa tokoh penggerak kemerdekaan dan kondisinya sekarang. Wawancara dengan beberapa narasumber seperti sejarawan maupun penduduk setempat membantu penonton melihat Banda dari berbagai sisi. Tentu saja buah pala yang menjadi komoditas utama kepulauan ini pun disorot dengan mewawancarai pemilik kebun pala turunan Belanda generasi ketiga belas.

Animasi juga turut dihadirkan untuk memberikan efek dramatis, terutama saat membahas pembantaian era kolonial. Pengambilan gambar dengan menggunakan drone membantu penonton membayangkan bagaimana luas kepulauan Banda dan kondisi geografisnya. Banyaknya bangunan peninggalan era kolonial dan warna gambar yang digunakan menimbulkan kesan peninggalan sejarah yang berbau mistis. Mungkin sebaiknya kalian jangan menontonnya jika tidak nyaman dengan bangunan tua.

Pada akhirnya, Banda : The Dark Forgotten Trail membuka mata penontonnya tentang sebuah pulau yang pernah menjadi rebutan dan bagaimana kondisinya sekarang. Tontonan yang pas untuk yang ingin belajar sejarah lagi.

No comments :

Post a Comment